Jember- Gelar “Haji” adalah salah satu gelar yang paling dihormati dalam tradisi Islam. Gelar ini diberikan kepada seseorang yang telah melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah. Haji merupakan salah satu rukun Islam dan dilaksanakan oleh setiap umat Islam yang mampu secara finansial dan fisik. Secara etimologis, kata “haji” berasal dari bahasa Arab “حَجّ” (hajj), yang berarti “perjalanan” atau “kunjungan”.
Dalam konteks agama Islam, haji merujuk pada perjalanan spiritual yang dilakukan oleh umat Islam ke Mekkah, yang merupakan tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ibadah haji dilaksanakan setiap tahun, pada bulan Dzulhijjah, dan menuntut umat Muslim untuk mengikuti serangkaian ritual, termasuk tawaf (berkeliling Ka’bah), sa’i (berlari kecil antara Bukit Safa dan Marwah), serta wukuf di Arafah.
Namun, di balik gelar yang tampak sederhana ini, terdapat sejarah yang panjang dan mendalam yang mencerminkan pentingnya ibadah haji dalam kehidupan umat Muslim. Sejarah asal usul gelar haji bermula dari zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa itu, mereka yang telah menunaikan ibadah haji di Mekkah akan mendapatkan pengakuan dan penghormatan khusus dalam masyarakat.
Dalam sejarah Islam, gelar haji bukan hanya mencerminkan status agama, tetapi juga menunjukkan perjalanan spiritual yang penuh tantangan dan pengorbanan. Ibadah haji tidak hanya melibatkan perjalanan fisik yang jauh dan melelahkan, tetapi juga proses pembersihan diri dan pengendalian hawa nafsu. Oleh karena itu, seseorang yang mendapatkan gelar haji dianggap telah mencapai kedudukan yang sangat mulia dalam agama Islam.
Seperti yang tertera dalam situs resmi kemenag, menjelaskan bahwa asal usul atau sejarah tradisi penyematan gelar haji dan hajjah di Indonesia sendiri bisa dilihat dari tiga perspektif. Pertama yaitu dari perspektif keagamaan, kedua yaitu dari perspektif kultural atau budaya, dan ketiga yaitu dari perspektif kolonial Belanda.
- Perspektif keagamaan
Haji adalah perjalanan untuk menyempurnakan rukun Islam. Perjalanan yang jauh dan panjang, biaya yang mahal, persyaratan yang tidak mudah, membuat haji menjadi sebuah perjalanan ibadah yang semakin penting dan tidak semua orang bisa lakukan. Untuk itulah penyematan gelar haji dan hajjah dianggap layak dan senantiasa disematkan bagi mereka yang berhasil melakukannya.
2. Perspektif kultural atau budaya
Narasi dan cerita-cerita menarik, heroik, dan mengharukan selama berhaji juga terus berkembang menjadi cerita popular yang membuat banyak orang tertarik naik haji. Sebagian besar tokoh-tokoh masyarakat juga bergelar haji. Hal-hal inilah yang kemudian membuat ibadah haji semakin penting dan gelar haji atau hajjah di Indonesia punya nilai dan status sosial yang dianggap tinggi.
3. Perspektif kolonial Belanda
Pada zaman dulu pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk membatasi jamaah haji dengan berbagai cara karena takut akan pengaruh haji bagi gerakan anti-penjajahan. Salah satu caranya adalah dengan membuka Konsulat Jenderal pertama di Arabia pada tahun 1872. Tugas konsulat ini adalah mencatat pergerakan jamaah dari Hindia Belanda, dan mengharuskan mereka memakai gelar dan atribut pakaian haji agar mudah dikenali dan diawasi. Dari sinilah muncul gelar haji di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, gelar haji menjadi simbol kehormatan yang diakui dalam berbagai masyarakat Muslim di seluruh dunia. Di Indonesia, misalnya, seseorang yang telah menunaikan haji sering dipanggil dengan gelar “Haji” atau “Hajjah” (untuk perempuan) di depan namanya. Gelar ini tidak hanya menunjukkan bahwa mereka telah melaksanakan ibadah haji, tetapi juga mengandung makna penghormatan terhadap kesucian dan kekhusyukan ibadah yang telah mereka jalani.
Selain itu, gelar haji juga menjadi sumber motivasi bagi umat Islam untuk menunaikan kewajiban agama mereka. Keberadaan gelar ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan semangat umat Islam untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah dan kedekatannya dengan Allah SWT. Oleh karena itu, gelar haji tidak hanya sekadar identitas sosial, tetapi juga menjadi pengingat bagi pemiliknya untuk terus menjaga dan meningkatkan amal ibadahnya. Hal tersebut juga termasuk sebagai penghargaan bagi seseorang yang telah melaksanakan rukun Islam yang kelima dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Semoga kita sebagai umat muslim bisa menunaikan rukun iman kelima tersebut yaitu haji. Aminn Allahumma Aaminn. (R²M/Qr).