Jember– Dalam sejarah peradaban Islam, nama Al-Farabi adalah salah satu permata yang bersinar terang. Ia bukan hanya seorang filsuf besar, tetapi juga ilmuwan multi disipliner yang berjasa besar dalam mengembangkan berbagai bidang ilmu, mulai dari logika, musik, kedokteran, hingga politik. Sosoknya menjadi inspirasi tak hanya bagi ilmuwan Muslim, tapi juga bagi para cendekiawan Barat selama berabad-abad.
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi lahir sekitar tahun 872 M di Farab, wilayah yang kini dikenal sebagai Kazakhstan. Ia dikenal dengan gelar “Al-Mu’allim Ats-Tsani” atau Guru Kedua, setelah Aristoteles yang disebut sebagai “Guru Pertama”. Julukan ini menunjukkan betapa besar pengaruh Al-Farabi dalam dunia filsafat. Namun, Al-Farabi bukan sekadar penerus pemikiran Yunani. Beliau adalah inovator dan penyerap pemikiran Aristoteles dan Plato. Kemudian, menyusunnya dalam kerangka pemikiran Islam. Hal ini menjadikan Al-Farabi sebagai jembatan penting antara filsafat Yunani dan pemikiran keislaman abad pertengahan.
Karya dan Kontribusi Al-Farabi
Salah satu karya paling berpengaruh dari Al-Farabi adalah Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadilah atau Pemikiran Masyarakat Utama. Dalam buku ini, ia menggambarkan konsep negara ideal yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang bijaksana. Mirip dengan nabi atau filsuf. Pemimpin ini tidak hanya cerdas, tapi juga memiliki moral yang tinggi dan paham tentang kebenaran hakiki.
Konsep ini kemudian mempengaruhi pemikiran politik Islam dan Eropa. Bahkan, beberapa pemikir Barat seperti Thomas Aquinas menjadikan Al-Farabi sebagai referensi dalam kajian filsafat politik. Dalam bidang logika, Al-Farabi juga berjasa menyusun struktur berpikir yang lebih sistematis. Ia menulis puluhan risalah tentang silogisme, kategori logika, dan analisa linguistik. Kemudian, kontribusi ini memperkaya khazanah keilmuan dalam dunia Islam dan menjadikan logika sebagai alat penting dalam memahami teks dan realitas.
Lebih menariknya, Al-Farabi juga menulis tentang musik. Beliau menulis Kitab Al-Musiqa Al-Kabir (Buku Besar tentang Musik), yang membahas teori musik secara ilmiah, termasuk harmoni, resonansi, dan pengaruh musik terhadap jiwa. Hal ini membuktikan bahwa Al-Farabi tidak hanya menguasai ilmu akal, tetapi juga seni yang menyentuh hati.
Banyak pondok pesantren, termasuk Pondok Pesantren Baitul Arqom Jember yang memadukan unsur seni dalam pendidikan, seperti hadrah, marawis, dan syair-syair hikmah. Hal ini bukan sekadar hiburan, tapi sarana pendidikan jiwa yang sejalan dengan semangat Al-Farabi, bahwa manusia utuh adalah mereka yang akalnya tercerahkan dan jiwanya tenang.
Al-Farabi dan Integrasi Ilmu
Salah satu warisan terbesar Al-Farabi adalah pandangannya tentang suatu kesatuan ilmu. Beliau tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu rasional. Baginya, semua ilmu bermuara pada satu tujuan, yakni mengenal tuhan dan mencapai kebahagiaan sejati. Pendekatan integratif ini sangat relevan di era sekarang. Di tengah perdebatan antara ilmu modern dan spiritualitas, Al-Farabi menunjukkan bahwa keduanya bisa berjalan secara beriringan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tidak harus menjauhkan manusia dari agama. Justru, bisa menjadi jalan untuk lebih dekat dengan tuhan.
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Pemikiran Al-Farabi masih sangat relevan dalam kehidupan modern, terutama dalam tiga hal:
- Pendidikan Integral
Al-Farabi menekankan pentingnya pendidikan yang membentuk akal dan moral. Ini sangat sesuai dengan tantangan zaman sekarang, di mana kecerdasan intelektual perlu diseimbangkan dengan kecerdasan spiritual dan emosional.
2. Etika dalam Kepemimpinan
Dalam dunia politik yang sering penuh dengan manipulasi, konsep “Pemimpin Filsuf” ala Al-Farabi sangat relevan. Beliau mengajarkan bahwa pemimpin sejati adalah yang berilmu, adil, dan jujur.
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
(HR. Ahmad)
Sama halnya di Pondok Pesantren Baitul Arqom Jember, nilai kepemimpinan ditanamkan sejak dini melalui organisasi santri, tanggung jawab , hingga kegiatan sosial. Hal ini adalah bentuk pendidikan karakter yang berakar pada ajaran Islam dan juga semangat pemikiran Al-Farabi. Tak hanya itu, prinsip juga ini diamalkan Al-Farabi lewat berbagai karya ilmiah yang tidak hanya bermanfaat untuk zamannya, tetapi menjadi pijakan ilmu pengetahuan selama beberapa abad.
3. Dialog Antara Peradaban
Al-Farabi hidup di zaman pertemuan antara peradaban Islam, Yunani, dan Persia. Beliau menjadi contoh tokoh yang terbuka terhadap ilmu dari berbagai sumber, tapi tetap menjaganya dalam bingkai nilai Islam. Ini bisa menjadi teladan dalam era globalisasi dan dialog antarbudaya.
Al-Farabi bukan hanya bagian dari sejarah. Ia adalah inspirasi yang hidup seorang ilmuwan, filsuf, dan pemikir yang membuktikan bahwa Islam dan ilmu pengetahuan bisa berjalan bersama, saling menguatkan, dan membentuk peradaban yang unggul. Kini, saat dunia kembali mencari arah, pemikiran Al-Farabi bisa menjadi kompas yang menunjukkan jalan, jalan ilmu, jalan akhlak, dan jalan kebahagiaan sejati. Harapannya, dengan adanya kisah ini semangat , kesungguhan belajar, dan tekad santri dan santriwati Pondok Pesantren Baitul Arqom Jember bertambah untuk menjadi insan berilmu dan berakhlak mulia. (Rb/*)