Balung – Suasana hari Kamis di Pondok Pesantren Baitul Arqom Balung siang itu sangat ramai. Ratusan anak berkumpul di lapangan sembari berteriak gembira menyanyikan yel-yel kreasi mereka. Diiringi dengan tepukan tangan dan hentak kaki yang bersahutan, mereka tampaknya sedang mengadu kekompakan. Seragam coklat dengan hasduk merah putih yang terlilit di leher, membuat mereka tampak maskulin dan berwibawa.
“Pramuka, praja muda karana!!,” sorak adik-adik dengan semangat yang membara. Memang, kegiatan pramuka sedang berlangsung dengan seru saat itu. Acara kepramukaan ini menjadi salah satu ekstrakurikuler rutin di pondok yang wajib diikuti oleh seluruh santri, guna membentuk karakter anak bangsa yang kuat dan dapat mengamalkan serta menepati Trisatya dan Dasa Dharma.
Para kakak koordinator yang menertibkan barisan dan mengarahkan beberapa materi, menjadi penanggung jawab atas terlaksananya kegiatan agar tetap berjalan dengan baik. Biasanya acara pramuka ini diawali dengan upacara pengibaran bendera per-regu dan dilanjutkan dengan pengisian materi oleh kakak pembina. Setelahnya, diramaikan kembali dengan menyanyikan yel-yel kebanggan per-tim dan ditutup dengan upacara penurunan bendera.
“Seorang pramuka tidak pernah terkejut, artinya dia tahu apa yang harus dilakukan ketika sesuatu yang tak terduga terjadi,” kata Bapak Pramuka dunia, Robert Baden Powell. Hal tersebutlah yang ditanamkan dalam kepramukaan. Anggota pramuka dibina dan ditempa agar menjadi pribadi yang siap dan sigap di setiap kondisi, membela kehormatan bangsa dan negara.
Nilai-nilai dalam pramuka tentu sangat dianjurkan dalam Islam. Sebagaimana yang tertuang dalam Dasa Dharma pertama, yaitu “Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” mendidik kita untuk bertaqwa, patuh dan setia kepada Allah swt., yang mana dalam keseharian kita pun tidak terlepas dari membaca syahadat dan mengamalkannya. Begitu pun dengan nilai-nilai yang lain. Dengan kegiatan pramuka, santri diharapkan menjadi pribadi yang tangguh untuk membangun masyarakat di masa depan. (Dgd/qr)
